KARYA ILMIAH
“ PERANAN
UJIAN NASIONAL DAN KONSTRIBUSINYA
SEBAGAI EVALUASI PENDIDIKAN DI INDONESIA ”
KATA
PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala
puji-pujian hanya bagi Allah Tuhan semesta alam dan sholawat dan salam kepada
junjungan agung Nabi Muhammad S.A.W serta para sahabat baginda sekaliannya. Bersyukurlah
kami ke hadirat Allah diatas limpahan restunya sehingga kami dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Karya ilmiah ini dibuat sebagai pemenuhan
mengikuti proses belajar mengajar mata kuliah BAHASA INDONESIA.
Dalam karya
ilmiah ini penyusun menjelaskan tentang ‘’Peranan Ujian Nasional
dan Kontribusinya Sebagai Evaluasi Pendidikan Di Indonesia‘’. Penyusun
menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat
membangun.
Penyusun
berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan bagi
penyusun khususnya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb
Medan, 6
Juni 2013
Penyusun
Muhammad
ilham.
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL...........................................................................................
KATA
PENGANTAR........................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................
A. Latar
belakang masalah....................................................................................
B. Rumusan
masalah.............................................................................................
C. Tujuan
penulisan...............................................................................................
BAB II
PEMBAHASAN......................................................................................
BAB III
PENUTUP
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa ini,
pendidikan dijadikan ujung tombak kemajuan suatu negara. Pendidikan dipandang
mampu jadi pemecah atas masalah-masalah sosial yang ada. Sejauh ini, pendidikan
di negara kita masih berantakan, terutama soal pengaturan kurikulum. Kritik
terhadap kurikulum kita saat ini ialah kurang tepatnya kurikulum dengan mata
pelajaran yang terlalu banyak, dan tidak berfokus pada hal-hal yang seharusnya
diberikan. Dan yang paling parah pada setiap sistem pendidikan kita yaitu
kurangnya evaluasi yang efektif.
Untuk mengetahui proses pendidikan
telah berjalan sesuai program, serta telah mencapai tujuan secara efisien dan efektif, atau proses pendidikan tersebut tidak
berjalan sesuai program dan tidak mencapai tujuan yang diharapkan, maka untuk
mengetahui hal tersebut diperlukan kegiatan yang disebut evaluasi. Evaluasi adalah pengambilan keputusan berdasarkan hasil pengukuran
dan standar kriteria yang merupakan kegiatan
berkesinambungan.
Evaluasi merupakan subsistem yang
sangat penting dan sangat di butuhkan dalam setiap sistem pendidikan, karena
evaluasi dapat mencerminkan seberapa jauh perkembangan atau kemajuan
hasil pendidikan. Dengan evaluasi, maka maju dan mundurnya kualitas pendidikan
dapat diketahui, dan dengan evaluasi pula, kita dapat mengetahui titik
kelemahan serta mudah mencari jalan keluar untuk berubah menjadi lebih
baik ke depan.
Tanpa
evaluasi, kita tidak bisa mengetahui seberapa jauh keberhasilan siswa, dan
tanpa evaluasi pula kita tidak akan ada perubahan menjadi lebih baik. Jadi
secara umumevaluasi adalah suatu proses sistemik umtuk mengetahui tingkat
keberhasilan suatu program.
Evaluasi pendidikan dan pengajaran
adalah proses kegiatan untuk mendapatkan informasi data mengenai hasil belajar
mengajar yang dialami siswa dan mengolah atau menafsirkannya menjadi nilai berupa
data kualitatif atau kuantitatif sesuai dengan standar tertentu. Hasilnya
diperlukan untuk membuat berbagai putusan dalam bidang pendidikan dan
pengajaran.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang di atas maka yang menjadi identifikasi masalah adalah:
1.
Apa
pengertian, tujuan dan fungsi evaluasi pendidikan?
- Bagaimana
peranan ujian nasional sebagai evaluasi pendidikan di Indonesia?
- Apa kontribusi
ujian nasional sebagai evaluasi pendidikan di Indonesia?
C.
Tujuan
Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah
diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk Mengetahui
pengertian, tujuan dan fungsi evaluasi
pendidikan.
2.
Untuk Mengetahui
peranan
ujian nasional sebagai evaluasi pendidikan di Indonesia.
3.
Untuk Mengidentifikasi kontribusi
ujian nasional sebagai evaluasi pendidikan di Indonesia?
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Evaluasi
Secara
harfiah kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation; dalam bahasa Arab; al-taqdir; dalam bahasa Indonesia berarti; penilaian. Akar katanya adalah value; dalam bahasa Arab; al-qimah; dalam bahasa Indonesia berarti; nilai.[1]
Selanjutnya
Sudijono mengemukakan bahwa: evaluasi pendidikan adalah:
1.
Proses/kegiatan untuk menentukan
kemajuan pendidikan, dibandingkan dengan tujuan yang telah ditentukan .
2.
Usaha untuk memperoleh informasi berupa
umpan balik (feed back) bagi penyempurnaan pendidikan.[2]
Suharsimi
Arikunto menyebutkan bahwa evaluasi adalah kegiatan untuk mengumpulkan
informasi tentang bekerjanya sesuatu, yang selanjutnya informasi tersebut
digunakan untuk menentukan alternatif yang tepat dalam mengambil keputusan.[3]
Evaluasi merupakan salah satu komponen pengajaran yang
berusaha untuk mendapatkan jawaban, untuk dapat dipakai sebagai informasi
mengenai sejauh mana keberhasilan kegiatan belajar mengajar yang dapat dicapai
selama satu periode tertentu.[4]
Jadi, evaluasi merupakan kegiatan
yang dilaksanankan dengan cernat sebagai alat untuk menilai sejauh mana proses perkembangan telah berjalan semestinya
dan sejauh mana tujuan pendidikan telah tercapai dengan program kegiatan yang
telah dilakukan, karena evaluasi juga merupakan bagian yang sangat penting
dalam suatu sistem,yaitu sistem pengajaran untuk mengetahui apakah sistem itu
baik atau tidak. Evaluasi juga merupakan suatu proses dan tindakan yang terencana
untuk mengumpulkan informasi tentang kemajuan, pertumbuhan dan perkembangan
(peserta didik) terhadap tujuan (pendidikan), sehingga dapat disusun
penilaiannya yang dapat dijadikan dasar untuk membuat keputusan. Dengan
demikian evaluasi bukan sekedar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insedental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu yang terencana,
sistematik dan berdasarkan tujuan yang jelas.
Evaluasi pendidikan juga diartikan dengan proses untuk
memberikan kualitas yaitu nilai dari kegiatan pendidikan yang telah
dilaksanakan, yang mana proses
tersebut berlangsung secara sistematis, berkelanjutan, terencana, dan
dilaksanakan sesuai dengan prosedur.[5]
B.
Dasar- Dasar Evaluasi Pendidikan
Evaluasi
harus mempunyai dasar yang kuat dan tujuan yang jelas. Dasar yang dimaksud
adalah prinsip ilmiah yang melandasi penyusunan dan pelaksanaan evaluasi yang
mencakup tujuh konsep berikut ini.
1.
Filsafat
2.
Psikologi
3.
Komunikasi
4.
Kurikulum
5.
Manajemen
6.
Sosiologi-anthropologi
7.
Evaluasi-measurement
C.
Tujuan Evaluasi
Menurut Anas Sudijonno, tujuan evaluasi
pendidikan terbagi menjadi dua yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.
a. Tujuan umum adalah evaluasi pendidikan bertujuan untuk memperoleh data
pembuktian, yang akan menjadi petunjuk sampai di mana tingkat kemampuan dan
tingkat keberhasilan peserta didik dalam pencapaian tujuan kurikuler serta
bertujuan untuk mengukur, menilai tingkat efektifitas mengajar dan
metode yang telah diterapkan oleh pendidik dalam proses pendidikan.
b. Tujuan khusus adalah evaluasi pendidikan bertujuan untuk memberikan
rangsangan kepada peserta didik dalam menempuh program pendidikan (memunculkan
sikap untuk memperbaiki dan menigkatkan prestasi), serta bertujuan untuk
mencari dan menemukan faktor-faktor penyebab keberhasilan atau ketidak berhasilan
peserta didik dalam melaksanakan proses pendidikan.[6]
Lebih singkatnya, Worten, Blaine R, dan James R, Sanders (1987) merumuskan
tujuan evaluasi pendidikan sebagai berikut:
1. Membuat
kebijaksanaan dan keputusan.
2. Menilai
hasil belajar yang dicapai para pelajar.
3. Menilai
kurikulum.
4. Memberi
kepercayaan kepada sekolah.
5. Memonitor
dana yang telah diberikan.
6. Memperbaiki materi dan program pendidikan.
Tujuan evaluasi adalah untuk melihat dan
mengetahui proses yang terjadi dalam proses pembelajaran. Proses pembelajaran
memiliki 3 hal penting yaitu, input, transformasi dan output. Input adalah peserta didik yang telah
dinilai kemampuannya dan siap menjalani proses pembelajaran. Dengan penilaian
ini, ingin diketahui apakah kelak ia akan mampu mengikuti pelajaran dan
melaksanakan tugas-tugas yang akan diberikan kepadanya.
Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran
Transformasi adalah segala unsur yang terkait dengan proses pembelajaran yaitu ; guru, media dan bahan belajar, metode pengajaran, sarana penunjang dan sistem administrasi. Sedangkan output adalah capaian yang dihasilkan dari proses pembelajaran
.
Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah:
Menurut Abdul Mujib dkk, tujuan evaluasi adalah:
1. Mengetahui kadar pemahaman peserta didik
terhadap materi pelajaran, melatih keberanian, dan mengajak peserta didik untuk
mengingat kembali materi yang telah diberikan, dan mengetahui tingkat perubahan
perilakunya.
2. Mengetahui siapa diantara peserta didik
yang cerdas dan yang lemah, sehingga yang lemah diberi perhatian khusus agar ia
dapat mengejar kekurangannya.
3. Mengumpulkan informasi yang dapat
dipergunakan sebagai dasar untuk mengadakan pengecekan yang sistematis terhadap
hasil pendidikan yang telah dicapai untuk kemudian dibandingkan dengan tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya. [7]
- Fungsi
Evaluasi Pendidikan
Bagi
pendidik, secara didaktik evaluasi pendidikan itu setidak-tidaknya memiliki
lima macam fungsi, yaitu :
- Memberikan landasan untuk menilai hasil
usaha (prestasi) yang telah dicapai oleh peserta didiknya.
- Memberikan
informasi yang sangat berguna, guna mengetahui posisi masing-masing
peserta didik di tengah-tengah kelompoknya.
- Memberikan
bahan yang penting untuk memilih dan kemudian menetapkan status peserta
didik.
- Memberikan
pedoman untuk mencari dan menemukan jalan keluar bagi peserta didik yang
memang memerlukannya.
- Memberikan
petunjuk tentang sudah sejauh manakah program pengajaran yang telah
ditentukan telah dapat dicapai.[8]
- Prinsip
Evaluasi Pendidikan
Ada satu prinsip umum
dan penting dalam kegiatan evaluasi, yaitu adanya triangulasi, atau adanya
hubungan erat antara tiga komponen yaitu:
- Tujuan pembelajaran
- Kegiatan pembelajaran atau KBM
- Evaluasi
Evaluasi sendiri memiliki beberapa
prinsip dasar yaitu:
- Evaluasi bertujuan membantu
pemerintah dalam mencapai tujuan pembeljaran bagi masyrakat
- Evaluasi adalah seni, tidak ada
evaluasi yang sempurna, meski dilkukan dengan metode yang berbeda.
- Pelaku evaluasi atau evaluator tidak
memberikan jawaban atas suatu pertanyaan tertentu. Evaluator tidak
berwennag untuk memberikan rekomendasi terhadap keberlangsungan sebuah
program. Evaluator hanya membantu memberikan alternatif.
- Penelitian evaluasi adalah tanggung
jawab tim bukan perorangan.
- Evaluator tidak terikat pada satu
sekolah demikian pula sebaliknya.
- Evaluasi adalah proses, jika
diperlukan revisi maka lakukanlah revisi.
- Evaluasi memerlukan data yang
akurat dan cukup, hingga perlu pengalaman untuk pendalaman metode
penggalian informasi.
- Evaluasi akan mntap apabila
dilkukan dengan instrumen dan teknik yang aplicable.
- Evaluator hendaknya mampu membedakan
yang dimaksud dengan evaluasi formatif, evaluasi sumatif dan evaluasi
program.
- Evaluasi memberikan gambaran
deskriptif yang jelas mengenai hubungan sebab akibat, bukan terpaku pada
angka soalan tes.
Evaluasi
Pendidikan juga harus mengikuti prinsip-prinsip sbb :
1.
Prinsip keterpaduan
Harus ada keterpaduan antara tujuan instruksional , metoda pembelajaran, materi pelajaran.
Harus ada keterpaduan antara tujuan instruksional , metoda pembelajaran, materi pelajaran.
2. Prinsip keterlibatan siswa
Harus memperhatikan segi keterlibatan siswa, Karena evaluasi merupakan bagi siswa. Siswa perlu akan informasi mengenai kemajuan dalam program pembelajaran.
Harus memperhatikan segi keterlibatan siswa, Karena evaluasi merupakan bagi siswa. Siswa perlu akan informasi mengenai kemajuan dalam program pembelajaran.
3. Prinsip Koherensi
Evaluasi harus berkaitan dengan materi yang sudah disajikan dan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sesuai pula dengan alat evaluasi yang digunakan serta cara penyelenggaraannya
Evaluasi harus berkaitan dengan materi yang sudah disajikan dan sesuai dengan kompetensi yang diharapkan. Sesuai pula dengan alat evaluasi yang digunakan serta cara penyelenggaraannya
4. Prinsip Pedagogis
Evaluasi diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap, memberi motivasi , dan sebagai reward ataupun punishment
Evaluasi diterapkan sebagai upaya perbaikan sikap, memberi motivasi , dan sebagai reward ataupun punishment
5.
Prinsip
Akuntabilitas
Evaluasi pembelajaran sebagai pertanggungjawaban sekolah kepada orang tua, masyarakat dan departemen/dinas terkait.
Evaluasi pembelajaran sebagai pertanggungjawaban sekolah kepada orang tua, masyarakat dan departemen/dinas terkait.
- Peran dan Fungsi Ujian Nasional
Di antara berita
masalah hukum yang belum berkeadilan, masih ada berita masalah pendidikan yang
juga tak kalah seru. Ujian nasional akan dimajukan waktunya, dan sungguh sangat
mengejutkan Bila sampai mereka mogok, maka akan sengsaralah para guru, apalagi
buat mereka yang belum dinyatakan lulus sertifikasi guru. Sudah lulus saja
masih bermasalah, apalagi belum lulus sertifikasi pastilah ada banyak masalah,
khususnya masalah isi kantong yang belum menyebar merata ke semua guru. Itulah
yang saya baca dari koran kompas cetak bagian opini hari ini, Jum’at 20
November 2009.
Masalah pendidikan memang masalah pelik, dan tidak semua orang bisa memahaminya dengan cara-cara yang bijaksana. Tentu dari kebijakan menteri pendidikan nasional yang baru, kita berharap ada terobosan yang berbeda dari menteri pendahulunya.
Perbedaan itu misalnya berani menghapus Ujian Nasional karena Ujian Nasional mematikan kreatifitas siswa dan guru. Ujian Nasional hanya melatih siswa menjawab soal-soal pilihan ganda dan semua soal Ujian Nasional itu bisa di drill dengan latihan soal-soal terus menerus. Bagi mereka yang mempunyai uang banyak mungkin tak ada kesulitan dalam memberikan materi tambahan, tetapi bagi mereka yang tak punya uang, maka harus belajar ekstra keras berlatih soal-soal.
Untuk bisa mengerjakan soal-soal Ujian Nasional, anda tak perlu sekolah, cukup masuk bimbingan belajar (bimbel) selama beberapa bulan, dijamin anda pasti lulus. Bila tak lulus, janji mereka, uang kembali 100 %.
Masalah pendidikan memang masalah pelik, dan tidak semua orang bisa memahaminya dengan cara-cara yang bijaksana. Tentu dari kebijakan menteri pendidikan nasional yang baru, kita berharap ada terobosan yang berbeda dari menteri pendahulunya.
Perbedaan itu misalnya berani menghapus Ujian Nasional karena Ujian Nasional mematikan kreatifitas siswa dan guru. Ujian Nasional hanya melatih siswa menjawab soal-soal pilihan ganda dan semua soal Ujian Nasional itu bisa di drill dengan latihan soal-soal terus menerus. Bagi mereka yang mempunyai uang banyak mungkin tak ada kesulitan dalam memberikan materi tambahan, tetapi bagi mereka yang tak punya uang, maka harus belajar ekstra keras berlatih soal-soal.
Untuk bisa mengerjakan soal-soal Ujian Nasional, anda tak perlu sekolah, cukup masuk bimbingan belajar (bimbel) selama beberapa bulan, dijamin anda pasti lulus. Bila tak lulus, janji mereka, uang kembali 100 %.
- Ujian Nasional Sebagai Kebutuhan
Indonesia
sudah mengalami beberapa kali perombakan berkenaan dengan sistem yang digunakan
dalam bidang pendidikan. Yang terakhir kurikulum yang digunakan dalam sistem
pendidikan nasional disebut dengan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
yang secara substansi dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan
satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum tingkat satuan
pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun oleh tiap satuan pendidikan
dengan memasukkan pendidikan berbasis budaya lokal. Hal ini menyebabkan adanya
perbedaan kurikulum antara sekolah yang berada di wilayah A dengan sekolah yang
berada di wilayah B. Karena karakteristik suatu wilayah pasti berbeda sesuai
dengan topografi dan kondisi budayanya.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional. Ujian Nasional Bukan Representasi Pencapaian Kompetensi Siswa.Pertanyaan yang boleh diajukan adalah perlukah Ujian Nasional dilakukan untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan penilaian yang menurut hemat saya sudah sangat representatif untuk mengetahui kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.Permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan Ujian Nasional adalah banyaknya praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up nilai ujian nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu indikasi penyebab praktek kecurangan dalam Ujian Nasional.
Untuk mengetahui ketuntasan belajar siswa, dilakukan penilaian secara sistematis. Dalam kurikulum tingkat satuan pendidikan, penilaian dilakukan oleh pendidik secara berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan dan perbaikan hasil dalam bentuk ulangan harian, ujian tengah semester dan ujian akhir semester. Satuan pendidikan atau sekolah juga harus melakukan penilaian kepada siswa untuk menilai pencapaian Standar Kompetensi Lulusan (SKL) semua mata pelajaran melalui ujian sekolah. Namun selain penilaian dari kedua pihak tersebut adalagi penilaian yang dilakukan oleh pemerintah untuk menilai kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu kelompok mata pelajaran iptek melalui Ujian Nasional. Ujian Nasional Bukan Representasi Pencapaian Kompetensi Siswa.Pertanyaan yang boleh diajukan adalah perlukah Ujian Nasional dilakukan untuk mengetahui penguasaan kompetensi lulusan? Padahal guru dan sekolah sebagai pihak yang bertanggung jawab penuh dalam proses pembelajaran pun sudah melakukan penilaian yang menurut hemat saya sudah sangat representatif untuk mengetahui kompetensi siswa, bahkan hasilnya lebih valid dalam menggambarkan pencapaian belajar siswa karena dilakukan secara berkesinambungan dan disesuaikan dengan kurikulum sebagai perencanaan pembelajaran siswa.Permasalahan lain yang timbul dalam pelaksanaan Ujian Nasional adalah banyaknya praktek kecurangan, mulai dari joki jawaban ujian sampai dengan mark up nilai ujian nasional. Tuntutan nilai ketuntasan minimum yang semakin tinggi adalah salah satu indikasi penyebab praktek kecurangan dalam Ujian Nasional.
Dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan,
pasal 66 menyebutkan bahwa Ujian Nasional adalah salah satu bentuk penilaian
hasil belajar yang dilakukan oleh pemerintah, bertujuan untuk menilai
pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu
dalam kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan teknologi. Hal ini sedikit
berbeda dengan penilaian hasil belajar di perguruan tinggi, yang proses
penilaiannya hanya dilakukan oleh pendidik dan satuan pendidikan (perguruan
tinggi) yang bersangkutan. Jika pada perguruan tinggi saja penilaian bisa
dilakukan oleh dosen dan perguruan tinggi yang bersangkutan saja, maka tidak
akan ada masalah berarti jika saja Ujian Nasional dihapuskan, karena pada
tingkatan perguruan tinggi pun penilaian yang dilakukan oleh pendidik dan
perguruan tinggi yang bersangkutan sudah representatif untuk mengetahui
penguasaan kompetensi lulusan.
Kalau
pemerintah mengatakan bahwa hasil Ujian Nasional dijadikan sebagai salah satu
pertimbangan dalam seleksi penerimaan mahasiswa di perguruan tinggi, maka hal
itu bisa dinegasikan karena perguruan tinggi bisa melakukan penerimaan
mahasiswa baru melalui seleksi ujian masuk perguruan tinggi. Penerimaan
mahasiswa dengan jalur khusus pun masih bisa menggunakan nilai hasil ujian
akhir sekolah dan raport, karena hasil ujian akhir sekolah dan raport juga
sudah memenuhi standar kompetensi lulusan yang ditetapkan oleh Badan Standar
Nasional Pendidikan (BSNP). Artinya alasan apapun yang menjadi pertimbangan
agar Ujian Nasional tetap digunakan sebagai alat penilaian hasil belajar atau
sebagai alat untuk mengukur tingkat penguasaan kompetensi lulusan secara
nasional bisa terbantahkan.
Untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional, pemerintah pusat bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena satuan pendidikan (sekolah) biasanya melakukan pelaporan hasil belajar siswa secara berkala kepada dinas pendidikan yang menaungi sekolah tersebut. Selain itu pemerintah pusat punya badan khusus yang disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP yang terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan adalah acuan bersama satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajarannya.
Untuk melakukan pemetaan mutu pendidikan secara nasional, pemerintah pusat bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah, karena satuan pendidikan (sekolah) biasanya melakukan pelaporan hasil belajar siswa secara berkala kepada dinas pendidikan yang menaungi sekolah tersebut. Selain itu pemerintah pusat punya badan khusus yang disebut dengan Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) yaitu badan mandiri dan independen yang bertugas mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Standar nasional pendidikan yang ditetapkan BSNP yang terdiri dari standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan adalah acuan bersama satuan pendidikan dalam mengelola proses pembelajarannya.
Untuk
mensinergiskan pencapaian minimal profesionalitas pendidikan mungkin keberadaan
badan bagian dari pemerintah yang capable dalam memformulasikan standar minimal
secara nasional seperti BSNP diakui sangat dibutuhkan. Namun formulasi yang
dilakukan hendaknya secara konsep dan teori adalah sebagai acuan pelaksanaan
pembelajaran oleh satuan pendidikan. Pelaksanaannya dikembalikan lagi ke satuan
pendidikan, disesuaikan dengan sejauh mana pemerintah daerah tempat satuan
pendidikan tersebut bernaung dalam memberikan dan meningkatkan fasilitas yang
layak untuk proses pembelajaran.
Kondisi daerah yang berbeda pastinya memberikan pengaruh terhadap satuan pendidikan yang dinaunginya. Alhasil ini pun berdampak pada hasil belajar siswa yang berada di daerah tersebut.
Kondisi daerah yang berbeda pastinya memberikan pengaruh terhadap satuan pendidikan yang dinaunginya. Alhasil ini pun berdampak pada hasil belajar siswa yang berada di daerah tersebut.
- Analisis
Kebijakan Ujian Akhir Nasional Terhadap Evaluasi Pendidikan
Di Indonesia
Ujian Akhir Nasional merupakan salah satu alat evaluasi yang dikeluarkan
Pemerintah yang merupakan
bentuk lain dari Ebtanas (Evaluasi Belajar Tahap Akhir) yang sebelumnya
dihapus. Pelaksanaan Ujian Akhir Nasional (UAN) dalam beberapa tahun ini
menjadi satu masalah yang cukup ramai dibicarakan dan menjadi kontraversi dalam
banyak seminar atau perdebatan. Beberapa kali sempat terlontar rencana atau
keinginan dari beberapa pihak untuk menghapus atau meniadakan Ujian Akhir
Nasional tersebut. Tidak kurang dari Mendikbud sendiri pernah melontarkan
pernyataan akan menghapus UAN, dan pernyataan beberapa anggota Dewan yang
mengusulkan penghapusan UAN tersebut.
Dengan demikian UAN dalam implementasinya mengalami krisis kebijakan dimana
faktor penyebab krisis dapat ditinjau dari berbagai dimensi sebagai contoh
sederhana krisis tersebut dapat terjadi karena kekurangan dalam proses
perumusan kebijakan dan programnya, kekeliruan dalam proses perencanaan,
penyimpangan dalam pelaksanaan, kelemahan dalam penentuan anggaran atau bahkan
pada saat pengawasan dan dan pelaporan.
Evaluasi harus mampu menjawab semua informasi tentang tingkat pencapaian
tujuan yang telah ditentukan. Pendidikan yang diarahkan untuk melahirkan tenaga
cerdas yang mampu bekerja dan tenaga kerja yang cerdas tidak dapat diukur hanya
dengan tes belaka. Untuk itu evaluasi harus mampu menjawab kecerdasan peserta
didik sekaligus kemampuannya dalam bekerja. [9]
Sistem evaluasi yang lebih banyak berbentuk tes obyektif akan membuat
peserta didik mengejar kemampuan kognitif dan bahkan dapat dicapai dengan cara
mengafal saja. Artinya anak yang lulus ujian dalam bentuk tes obyektif belum
berarti bahwa anak tersebut cerdas apalagi terampil bekerja, karena cukup
dengan menghafal walaupun tidak mengerti maka dia dapat mengerjakan tes.
Sebagai konsekuensinya harus dikembangkan sistem evaluasi yang dapat menjawab
semua kemampuan yang dipelajari dan diperoleh selama mengikuti pendidikan.
Selain itu pendidikan harus mampu membedakan antara anak yang mengikuti
pendidikan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan. Dengan kata lain evaluasi
tidak bisa dilakukan hanya pada saat tertentu, tetapi harus dilakukan secara
komperehensif atau menyeluruh dengan beragam bentuk dan dilakukan secara terus
menerus dan berkelanjutan.[10]
Demikian pula yang dikemukakan McNeil (1977:134-135) dimana evaluasi harus
mampu memberikan tiga informasi penting yaitu penempatan, mastery, dan
diagnosis. Penempatan berkaitan dengan pada level belajar yang mana seorang
anak dapat ditempatkan sehingga dapat menantang tetapi tidak frustasi. Mastery
berkaitan dengan apakah anak sudah memiliki pengetahuan dan kemampuan yang
cukup untuk menuju ke tingkat berikutnya. Diagnosis berkaitan dengan pada
bagian mana yang dirasa sulit oleh anak.[11]
Dalam pembahasan ini dijelaskan analisa kebijakan UAN yang bertentangan
dengan UU Sisdiknas
dan bentuk evaluasi di dalam pendidikan. Pertama, ada anggapan dari
sebagian orang, terutama para pejabat Legislatif yang menganggap bahwa UAN
bertentangan dengan UU Sisdiknas. Dimana Pemerintah telah mengambil kebijakan
untuk menerapkan UAN sebagai salah satu bentuk evaluasi pendidikan. Menurut
Keputusan Menteri Pendidikan Nasional No. 153/U/2003 tentang Ujian Akhir
Nasional Tahun Pelajaran 2003/2004 disebutkan bahwa tujuan UAN adalah untuk
mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik melalui pemberian tes pada
siswa sekolah lanjutan tingkat pertama dan sekolah lanjutan tingkat atas.
Begitu pula evaluasi dalam pendidikan seharusnya dapat memberikan gambaran
tentang pencapaian tujuan sebagaimana yang tertuang dalam Undang-Undang No. 20
tahun 2003. Evaluasi seharusnya mampu memberikan informasi tentang sejauh mana
kesehatan peserta didik. Evaluasi harus mampu memberikan tiga informasi penting
seperti yang dipaparkan oleh McNeil. Selain itupula dalam evaluasi pendidikan
diharapkan dapat memberikan informasi tentang keimanan dan ketakwaan peserta
didik terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan juga dapat meningkatkan kreativitas,
kemandirian dan sikap demokratis peserta didik[12]
Dari paparan di atas, yang menjadi pertanyaan apakah mutu pendidikan dapat
diukur dengan memberikan ujian akhir secara nasional di akhir tahun ajaran?
Apalagi bila dihadapkan mutu pendidikan dari aspek sikap dan perilaku siswa,
apakah bisa dilihat hanya pada saat sekejap di penghujung tahun? Mutu
pendidikan pada tingkat nasional dapat dilihat dengan berbagai cara, tetapi
pelaksanaan UAN sebagaimana yang dipraktekkan belum menjawab pertanyaan sejauh
mana mutu pendidikan di Indonesia, apakah menurun atau meningkat dari tahun
sebelumnya. Bahkan terdapat indikasi bahwa soal-soal UAN (yang dulu disebut
Ebtanas) berbeda dari tahun ke tahun, dan seandainya hal ini benar maka
akibatnya tidak bisa dibandingkannya hasil ujian antara tahun lalu dengan
sekarang. Selain itu mutu pendidikan tidak mungkin diukur dengan hanya
memberikan tes pada beberapa mata pelajaran ‘penting’ saja, apalagi
dilaksanakan sekali di akhir tahun pelajaran. Mutu pendidikan terkait dengan
semua mata pelajaran dan pembiasaan yang dipelajari dan ditanamkan di sekolah,
bukan hanya pengetahuan kognitif saja. UAN tidak akan dapat menjawab pertanyaan
seberapa jauh perkembangan anak didik dalam mengenal seni, olah raga, dan
menyanyi. UAN tidak akan mampu melihat mutu pendidikan dari sisi percaya diri
dan keberanian siswa dalam mengemukakan pendapat dan bersikap demokratis.
Dengan kata lain, UAN tidak akan mampu menyediakan informasi yang cukup
mengenai mutu pendidikan. Artinya tujuan yang diinginkan masih terlalu jauh
untuk dicapai hanya dengan penyelenggaraan UAN.
- Dampak
Negatif Ujian Nasional
Perhelatan rutin tahunan Ujian Nasional
telah usai. Sebagai sebuah kebijakan pemerinta Ujian Nasional jelas ada sisi
positif (manfaat) dan juga ada sisi negatifnya (madharat). Untuk kasus Ujian
Nasional, manfaatnya jelas ada, dampak/ekses negatif dari Ujian Nasional itu
jauh lebih besar dibanding dengan manfaatnya. Tulisan ini sengaja hanya akan
mencoba menguak dampak negatif dari pelaksanaan Ujian Nasional dengan sistem
yang ada sekarang. Bukankah Ujian Nasional yang sungguh telah menghabiskan dana
negara atau uang rakyat yang sangat banyak itu, langsung maupun tidak langsung,
sebenarnya telah meninggalkan efek negatif terhadap masyarakat di dalam
mempersepsi keberadaan pendidikan nasional?.
Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya paradigma (wijhat al- Nadzar) bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan wali pseserta didik.
Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah / madrasah dan guru tentang hakekat atau substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para peserta didik untuk lulus Ujian Nasional saja. Akibatnya, tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang cerdas sebagaimana dirumuskan dalam tujuan utama pendidikan nasional, tidak pernah terpikirkan secara sistemik. Karena yang penting bagaimana para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.Kedua, dampak Ujian Nasional bagi peserta didik adalah timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan study (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan Ujian Nasional untuk tiga mata pelajaran Ujian Nasional. Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasional kan akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh sistem pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak fair-play alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus Ujian Nasional, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta Ujian Nasional, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh peserta didik yang memang lemah.Pelaksanaan Ujian Nasional sering kali mengorbankan siswa dan guru, di tingkat akhir sekolah pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus Ujian Nasional dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stress.Ada yang berpendapat Ujian Nasional malah menghambat perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa dalam peningkatan perkembangannya.
Dampak negatif dari sistem Ujian Nasional yang ada sekarang ini adalah bergesernya paradigma (wijhat al- Nadzar) bagi para praktisi pendidikan, peserta didik dan wali pseserta didik.
Pertama, konstruk berfikir para kepala sekolah / madrasah dan guru tentang hakekat atau substansi dari kegiatan pendidikan sekarang ini hanyalah sebatas mengantarkan para peserta didik untuk lulus Ujian Nasional saja. Akibatnya, tentang bagaimana mengantarkan peserta didik untuk menjadi anak yang cerdas sebagaimana dirumuskan dalam tujuan utama pendidikan nasional, tidak pernah terpikirkan secara sistemik. Karena yang penting bagaimana para peserta didik itu siap berlaga dalam Ujian Nasional yang hanya terdiri dari tiga mata pelajaran tersebut.Kedua, dampak Ujian Nasional bagi peserta didik adalah timbulnya pemahaman yang keliru terhadap makna bejalar di sekolah/madrasah. Tujuan study (belajar) yang mestinya dalam rangka mencari ilmu (thalab al- ‘ilmi), kecerdasan dan akhlak yang mulia (akhlak al-Karimah) berubah menjadi sekedar meraih kelulusan Ujian Nasional untuk tiga mata pelajaran Ujian Nasional. Akibatnya, mata pelajaran yang tidak di Ujian Nasional kan akhirnya menjadi dinomorduakan, termasuk gurunya. Kondisi demikian ini masih diperparah oleh sistem pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak jujur. Setiap kali ada pelaksanaan Ujian Nasional hampir pasti muncul aroma yang cukup tajam bahwa ada beberapa sekolah/madrasah yang dalam pelaksanaan Ujian Nasionalnya tidak fair-play alias tidak jujur. Artinya, dalam pelaksanaan Ujian Nasional di tingkat sekolah/madrasah itu panitianya dan tentu dengan “restu” kepalanya secara langsung atau tidak langsung membantu siswa supaya lulus Ujian Nasional, misalnya dengan cara memberi kunci jawaban kepada peserta Ujian Nasional, dan juga bisa dengan cara menggunakan siswa pandai untuk “dicontoh” oleh peserta didik yang memang lemah.Pelaksanaan Ujian Nasional sering kali mengorbankan siswa dan guru, di tingkat akhir sekolah pembelajaran siswa hanya difokuskan untuk lulus Ujian Nasional dengan pemberian pelajaran tambahan yang bisa menyebabkan siswa stress.Ada yang berpendapat Ujian Nasional malah menghambat perkembangan anak didik. Ujian Nasional merupakan pemborosan untuk sesuatu yang tidak berarti apa-apa dalam peningkatan perkembangannya.
- Evaluasi
Pendidikan Seharusnya dan Meluruskan Kebijakan
Sebagaimana dikemukakan sebelumnya bahwa UAN banyak bertentangan dengan
evaluasi pendidikan bahkan dengan tujuannya sendiri, sehingga sulit
dipertahankan. Seandainya Pemerintah tetap memilih untuk mempertahankan UAN
maka selama itu perdebatan dan ketidakadilan akan terjadi di dunia pendidikan
karena memperlakukan tes yang sama kepada semua anak Indonesia yang kondisinya
diakui berbeda-beda. Selain itu salah satu prinsip pendidikan adalah berpusat
pada anak, artinya pendidikan harus mampu mengembangkan potensi yang dimiliki
anak. Memperlakukan semua anak dengan memberikan UAN sama artinya menganggap
semua anak berpotensi sama untuk menguasai mata pelajaran yang diujikan,
padahal kenyataannya berbeda.
Sebaiknya, evaluasi sepenuhnya diserahkan kepada sekolah. Sistem penerimaan
siswa pada jenjang berikutnya dilakukan dengan cara diberikan tes masuk oleh
sekolah masing-masing. Dengan cara demikian, maka setiap sekolah akan
menetapkan standar sendiri melalui tes masuk yang dipakai. Sekolah yang
berkualitas akan memiliki tes masuk yang relevan, dan sekolah yang kurang
bermutu akan ditinggalkan masyarakat. Selain itu sekolah yang menghasilkan
lulusan yang tidak bisa menerobos ke sekolah berikutnya juga akan ditinggalkan
masyarakat. Dengan demikian akan terjadi persaingan sehat antar sekolah dalam
menghasilkan lulusan yang terbaik dalam arti dapat melanjutkan ke sekolah
berikutnya. Sistem penerimaan dengan mengacu pada UAN akan berakibat pada
manipulasi data, bahkan membuka peluang terjadinya kecurangan. Pada umumnya
sekolah berlomba-lomba untuk meluluskan siswa-siswanya dengan cara memberikan
nilai kelulusan yang tinggi. Tetapi dengan adanya tes masuk pada sekolah
berikutnya (kecuali masuk SLTP harus lanjut karena masih dalam cakupan wajib
belajar), maka sekolah akan berlomba untuk membuat siswanya disamping lulus
juga diterima di sekolah berikutnya. Selain itu sistem evaluasi yang
diserahkan sepenuhnya ke sekolah juga diperlukan pedoman atau petunjuk teknis.
Pedoman untuk melakukan evaluasi tetap diperlukan dalam memberikan petunjuk
bagi guru agar dalam melakukan evaluasi tetap mengacu kepada kaedah-kaedah
evaluasi yang berlaku secara umum.
Apabila UAN
tetap dipertahankan maka tujuan dan pelaksanaannya harus dimodifikasi dimana
UAN bukan bertujuan untuk menentukan kelulusan siswa tetapi dipakai sebagai
pengendalian mutu pendidikan. Artinya UAN
tidak perlu dikaitkan dengan kelulusan siswa, tetapi untuk mengetahui
perkembangan pendidikan pada umumnya. Dengan tujuan ini maka standar nilai UAN
haruslah minimal 6 sebagaimana pada umumnya dan hanya berpengaruh pada
kredibilitas sekolah. Bila suatu evaluasi mengacu pada hal tersebut di atas
maka UAN bukanlah suatu kebijakan yang patut dipertentangkan lagi.
Oleh karena itu agar didapat suatu kebijakan nasional yang utuh tentang
sistem penilaian pendidikan maka pemerintah dapat melakukan langkah perumusan
ulang kebijakan UAN dan sistem penilaian tersebut secara komprehensif dengan
melakukan pelurusan kebijakan-kebijakan tersebut. Adapun langkah-langkah
yang dapat ditempuh antara lain pembentukan Tim Perumusan Kebijakan Nasional
tentang Penilaian Pendidikan. Tim ini bisa dibentuk oleh Depdiknas yang
BSNP menjadileading sectornya dan anggotanya bisa berasal dari
elemen-elemen masyarakat pendidikan, termasuk juga DPR Komisi Pendidikan, para
pakar pendidikan, organisasi profesi independen seperti PGRI, LSM pendidikan
dan sebagainya. Kemudian tim tersebut dapat melakukan evaluasi dan kajian
terhadap semua kebijakan yang terkait dengan penilaian pendidikan di negeri ini
misalnya dengan melakukan studi banding ke negara lain untuk mencari model yang
sesuai dengan Indonesia dan kemudian merumuskannya sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku serta melaporkan hasil kerjanya kepada
Pemerintah. Hasil dari kegiatan kajian tersebut akan menghasilkan
butir-butir rekomendasi yang harus dilaksanakan oleh pemerintah dalam bidang
penilaian pendidikan. Adapun kajian-kajian yang dilakukan tersebut dapat
berupa substansi seperti :
1. Pelaksana tugas penilaian, seperti
penilaian formatif, sumatif dan ujian akhir serta berbagai jenis penilaian
lainnya dari tinggkat dasar sampai perguruan tinggi
2. Pengembangan model-model ujian akhir, penentu kelulusan atau tamat
sampai dengan kemungkinan menggunakan ujian akhir online (online assessment)
perlu diantisipasi dalam era teknologi informasi.
3. Bentuk-bentuk laporan pendidikan seperti rapor, sistem peringkat,
sistem pemberian skor atau nilai.
4. Apakah diperlukan adanya standar kelulusan sebagimana telah
ditetapkan dalam PP tentang Standar Nasional Pendidikan?
5. Dan masih banyak yang lainnya yang perlu
dikaji secara mendalam.
Proses kajian dan evaluasi tersebut akan menghasilkan rekomendasi yang akan
menjadi pegangan utama pemerintah untuk merumuskan dalam bentuk Peraturan
Pemerintah (PP).Terakhir, pemerintah mengeluarkan PP atau setidaknya Peraturan
Menteri tentang sistem penilaian pendidikan tersebut, untuk kemudian
dilaksanakan dimana PP ini secara komprehensif akan mengatur tentang hal-hal
sampai yang terkecil. Setelah PP dapat diterbitkan maka kebijakan itu
harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan.
Begitu banyak pertentangan tentang kebijakan
UAN dengan model evaluasi pendidikan yang seharusnya, tujuan pendidikan
nasional maupun dengan tujuan UAN itu sendiri. Dimana kebijakan UAN kontra
produktif bagi pendidikan nasional dan tujuan yang ingin dicapai menjadi gagal
total bahkan hanya menimbulkan masalah baru. Kecurangan sistematik tidak
hanya mengaburkan pemetaan mengenai kondisi pendidikan nasional tapi juga
berdampak buruk bagi guru dan murid dan juga kreativitas murid terkungkung
karena perhatian dan porsi pembelajaran lebih besar pada mata pelajaran pilihan
pemerintah. Padahal tujuan pendidikan sesungguhnya adalah membentuk
manusia cerdas, penuh kreativitas dan mandiri serta dapat mengatasi segala
persoalan yang dihadapi.
Oleh karena itu pemerintah harus mengkaji ulang tentang kebijakan UAN ini
atau memberikan kepercayaan kepada tim agar dapat melakukan kegiatannya secara
optimal. Dengan cara demikian maka perumusan kebijakan nasional pendidikan
akan berjalan sesuai dengan aspirasi masyarakat dan menghasilkan kebijakan yang
tepat bagi perkembangan bangsa dan Negara di masa mendatang.
- Saran
Demikianlah karya ilmiah yang saya buat, dengan bekal pengetahuan dasar
tentang hal-hal yang saya sampaikan, diharapkan pembaca dapat mengerti pembahasan yang dibicarakan. Namun saya
sebagai penulis karya ilmiah ini menyadari masih banyak kekurangan dalam
makalah ini, maka kami harapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun
dari pembaca guna untuk perbaikan makalah yang akan datang. Saya juga berharap
semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Sudijono, Anas. 2007. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Suharsimi, Arikunto, 2010 Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta : Bumi Aksara
Suharsimi,
Arikunto. 2008.Evaluasi program pendidikan.Jakarta: Bumi Aksara
Hamid,
Ahmad. 2009 Evaluasi Pembelajaran, Banda Aceh. Syiah Kuala University Press
Zaenal Arifin, 2010,
evaluasi pembelajaran, Bandung : Rosda, cet. 2,
Abdul Mujib dan Jusuf
Mudzakkir, Ilmu Pendidikan Islam, cet. II., Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2008,
Soedijarto, Prof., DR, MA.Menuju
Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu.Jakarta: Balai Pustaka.1993a
Soedijarto,Prof., DR, MA. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional.
Jakarta: Grasindo.1993b hlm 27
McNeil, John D. Curriculum
A Comprehensive Introduction. Boston: Little, Brown and Company.1977.
Thaha,Chabib. 1991. Teknik Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rajawali
Slameto .1988. Evaluasi Pendidikan . Jakarta:
Bumi Aksara
Rosnita. 2007. Evaluasi Pendidikan. Bandung.
Cita Pustaka Media
Rafi Suryatna. 1990. Teknik Evaluasi. Jakarta:
Angkasa
Nurhancana, Wayan. 1983. Evaluasi Pendidikan.
Bandung: Cita Pustaka Media
[4] Ahmad Hamid, Evaluasi Pembelajaran, Banda Aceh. Syiah Kuala University Press 2009
hlm 22
[6] Opcit, sudijono
[7]
Abdul
Mujib dan Jusuf Mudzakkir, Ilmu
Pendidikan Islam, cet.
II., Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 211
[8]
Opcit, sudijono
[9]
Soedijarto, Prof., DR, MA.Menuju Pendidikan
Nasional Yang Relevan dan Bermutu.Jakarta: Balai Pustaka.1993a hlm 17
[10] Soedijarto, Prof., DR, MA. Memantapkan Sistem Pendidikan Nasional. Jakarta:
Grasindo.1993b hlm
27
[11] McNeil, John D. Curriculum A
Comprehensive Introduction. Boston: Little, Brown and Company.1977.hlm 134